POLRI - Kepolisian Negara Republik Indonesia

Kepolisian Negara Republik Indonesia atau disingkat POLRI adalah Kepolisian nasional di negara Indonesia yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. POLRI mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia, dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia disingkat KAPOLRI, dan sejak 17 April 2015, jabatan KAPOLRI dipegang oleh Jenderal Polisi Badrodin Haiti.


Kepolisian Negara Republik Indonesia atau yang sering disingkat dengan POLRI dalam kaitannya dengan Pemerintahan adalah sebagai fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban di masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, dan pelayanan kepada masyarakat yang bertujuan untuk mewujudkan keamanan dan stabilitas Indonesia.

Definisi POLRI menurut kamus besar bahasa indonesia : POLRI adalah badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar undang-undang dan sebagainya).

Definisi lain yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia terkait POLRI :
  1. Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  2. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
  3. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum Kepolisian.
  4. Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  5. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
  6. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
  7. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.
  8. Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan.
  9. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
  10. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
  11. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
  12. Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan dan diberi wewenang tertentu dalam melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang.
  13. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
  14. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kapolri adalah pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian.
Logo Kepolisian Negara Republik Indonesia POLRI
Pada awal mulanya, Kepolisian Negara Republik Indonesia "POLRI" adalah bagian dari ABRI "Angkatan Bersenjata Republik Indonesia". Namun, sejak dikeluarkannya UU Kepolisian Nomor 2 pada Tahun 2002, status Kepolisian Republik Indonesia "POLRI" sudah tidak lagi menjadi bagian dari ABRI "Angkatan Bersenjata Republik Indonesia". Hal ini dikarenakan adanya perubahan paradigma dalam sistem tata negara yang menegaskan pemisahan kelembagaan antara Tentara Nasional Indonesia "TNI" dan Kepolisian Negara Republik Indonesia "POLRI" sesuai dengan peran dan fungsinya masing masing.

SEJARAH POLRI

Sejarah POLRI Sebelum kemerdekaan

1. Sejarah POLRI di Masa kolonial Belanda

Pada masa penjajahan kolonial Belanda, pembentukan pasukan keamanan diawali dengan pembentukan pasukan jaga yang berasal dari orang pribumi untuk menjaga aset dan kekayaan orang Eropa di Hindia Belanda pada masa itu. Pada 1867 sejumlah warga Eropa yang tinggal di Semarang, merekrut 78 orang suku pribumi untuk menjaga keamanan, disitulah awal permulaan / bibit POLRI.

Lebih lanjut pasukan jaga tersbut kemudian dibuat lebih terstruktur dengan wewenang operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu asisten residen. Rechts politie dipertanggung jawabkan pada procureur generaal "seorang jaksa agung". Pada masa Hindia Belanda terdapat berbagai macam bentuk kepolisian : 

  • veld politie "polisi lapangan" 
  • stands politie "polisi kota"
  • cultur politie "polisi pertanian"
  • bestuurs politie "polisi pamong praja" dll.

Sejalan dengan administrasi Hindia Belanda pada waktu itu, pada kepolisian juga diterapkan perbedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan suku pribumi. Pada dasarnya suku pribumi tidak diperkenankan menjabat hood agent "bintara", inspekteur van politie, dan commisaris van politie. Untuk suku pribumi selama menjadi agen polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten wedana, dan wedana polisi.

Kepolisian modern Hindia Belanda yang dibentuk sekitar tahun 1897-1920 merupakan cikal bakal dari terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ada saat ini.

2. Sejarah POLRI di Masa Penjajahan Jepang

Pada masa penjajahan Jepang wilayah kepolisian Indonesia dibagi menjadi : 


  1. wilayah Kepolisian Jawa dan wilayah kepolisian Madura yang berpusat di Jakarta
  2. Kepolisian Sumatera yang berpusat di Bukittinggi
  3. Kepolisian wilayah Indonesia Timur berpusat di Makassar 
  4. Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.

Setiap kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia saat itu, selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang disebut sidookan yang dalam praktek keseharian lebih berkuasa dari kepala polisi.

Sejarah POLRI Pada Awal Kemerdekaan

1. Sejarah POLRI Pada Periode 1945-1950

Tidak lama setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, pemerintah militer Jepang membubarkan Peta dan Gyu-Gun, sedangkan polisi tetap bertugas, termasuk waktu Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara resmi kepolisian menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka.

Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin, Komandan Polisi di Surabaya, pada tanggal 21 Agustus 1945 memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia sebagai langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang dilanda depresi dan kekalahan perang yang panjang.[5] Sebelumnya pada tanggal 19 Agustus 1945 dibentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 29 September 1945 Presiden Soekarno melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN).

Pada awalnya kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab masalah administrasi, sedangkan masalah operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.

Kemudian mulai tanggal 1 Juli 1946 dengan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D. Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Tanggal 1 Juli inilah yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Bhayangkara hingga saat ini.

Sebagai bangsa dan negara yang berjuang mempertahankan kemerdekaan maka POLRI di samping bertugas sebagai penegak hukum juga ikut bertempur di seluruh wilayah RI. POLRI menyatakan dirinya “combatant” yang tidak tunduk pada Konvensi Jenewa. Polisi Istimewa diganti menjadi Mobile Brigade, sebagai kesatuan khusus untuk perjuangan bersenjata, seperti dikenal dalam pertempuran 10 November di Surabaya, di front Sumatera Utara, Sumatera Barat, penumpasan pemberontakan PKI di Madiun, dan lain-lain.

Pada masa kabinet presidential, pada tanggal 4 Februari 1948 dikeluarkan Tap Pemerintah No. 1/1948 yang menetapkan bahwa POLRI dipimpin langsung oleh presiden/wakil presiden dalam kedudukan sebagai perdana menteri/wakil perdana menteri.

Pada masa revolusi fisik, KaPOLRI Jenderal Polisi R.S. Soekanto telah mulai menata organisasi kepolisian di seluruh wilayah RI. Pada Pemerintahan Darurat RI (PDRI) yang diketuai Mr. Sjafrudin Prawiranegara berkedudukan di Sumatera Tengah, Jawatan Kepolisian dipimpin KBP Umar Said (tanggal 22 Desember 1948).

Hasil Konferensi Meja Bundar antara Indonesia dan Belanda dibentuk Republik Indonesia Serikat (RIS), maka R.S. Sukanto diangkat sebagai Kepala Jawatan Kepolisian Negara RIS dan R. Sumanto diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara RI berkedudukan di Yogyakarta.

Dengan Keppres RIS No. 22 tahun 1950 dinyatakan bahwa Jawatan Kepolisian RIS dalam kebijaksanaan politik polisional berada di bawah perdana menteri dengan perantaraan jaksa agung, sedangkan dalam hal administrasi pembinaan, dipertanggungjawabkan pada menteri dalam negeri.

Umur RIS hanya beberapa bulan. Sebelum dibentuk Negara Kesatuan RI pada tanggal 17 Agustus 1950, pada tanggal 7 Juni 1950 dengan Tap Presiden RIS No. 150, organisasi-organisasi kepolisian negara-negara bagian disatukan dalam Jawatan Kepolisian Indonesia. Dalam peleburan tersebut disadari adanya kepolisian negara yang dipimpin secara sentral, baik di bidang kebijaksanaan siasat kepolisian maupun administratif, organisatoris.

2. POLRI Pada Periode 1950-1959

Dengan dibentuknya negara kesatuan pada 17 Agustus 1950 dan diberlakukannya UUDS 1950 yang menganut sistem parlementer, Kepala Kepolisian Negara tetap dijabat R.S. Soekanto yang bertanggung jawab kepada perdana menteri/presiden.

Komisaris Jenderal Polisi Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (duduk paling kiri) 1950
Waktu kedudukan POLRI kembali ke Jakarta, karena saat itu belum ada kantor saat itu digunakan bekas kantor Hoofd van de Dienst der Algemene Politie di Gedung Departemen Dalam Negeri. Kemudian R.S. Soekanto merencanakan kantor sendiri di Jalan Trunojoyo 3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, dengan sebutan Markas Besar Djawatan Kepolisian Negara RI (DKN) yang menjadi Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesua sampai saat ini. Ketika itu menjadi gedung perkantoran termegah setelah Istana Negara.

Sampai periode ini kepolisian berstatus tersendiri antara sipil dan militer yang memiliki organisasi dan peraturan gaji tersendiri. Anggota POLRI terorganisir dalam Persatuan Pegawai Polisi Republik Indonesia (P3RI) tidak ikut dalam Korpri, sedangkan bagi istri polisi semenjak zaman revolusi sudah membentuk organisasi yang sampai sekarang dikenal dengan nama Bhayangkari tidak ikut dalam Dharma Wanita ataupun Dharma Pertiwi. Organisasi P3RI dan Bhayangkari ini memiliki ketua dan pengurus secara demokratis dan pernah ikut Pemilu 1955 yang memenangkan kursi di Konstituante dan Parlemen. Waktu itu semua gaji pegawai negeri berada di bawah gaji angkatan perang, namun P3RI memperjuangkan perbaikan gaji dan berhasil melahirkan Peraturan Gaji Polisi (PGPOL), dimana gaji POLRI relatif lebih baik dibanding dengan gaji pegawai negeri lainnya (mengacu standar PBB).

3. POLRI Pada Masa Orde Lama

Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, setelah kegagalan Konstituante, Indonesia kembali ke UUD 1945, namun dalam pelaksanaannya kemudian banyak menyimpang dari UUD 1945. Jabatan Perdana Menteri (Alm. Ir. Juanda) diganti dengan sebutan Menteri Pertama, POLRI masih tetap di bawah pada Menteri Pertama sampai keluarnya Keppres No. 153/1959, tertanggal 10 Juli di mana Kepala Kepolisian Negara diberi kedudukan Menteri Negara ex-officio.

Pada tanggal 13 Juli 1959 dengan Keppres No. 154/1959 KaPOLRI juga menjabat sebagai Menteri Muda Kepolisian dan Menteri Muda Veteran. Pada tanggal 26 Agustus 1959 dengan Surat Edaran Menteri Pertama No. 1/MP/RI1959, ditetapkan sebutan Kepala Kepolisian Negara diubah menjadi Menteri Muda Kepolisian yang memimpin Departemen Kepolisian (sebagai ganti dari Djawatan Kepolisian Negara).

Waktu Presiden Soekarno menyatakan akan membentuk ABRI yang terdiri dari Angkatan Perang dan Angkatan Kepolisian, R.S. Soekanto menyampaikan keberatannya dengan alasan untuk menjaga profesionalisme kepolisian. Pada tanggal 15 Desember 1959 R.S. Soekanto mengundurkan diri setelah menjabat KaPOLRI/Menteri Muda Kepolisian, sehingga berakhirlah karier Bapak Kepolisian RI tersebut sejak 29 September 1945 hingga 15 Desember 1959.

Dengan Tap MPRS No. II dan III tahun 1960 dinyatakan bahwa ABRI terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara. Berdasarkan Keppres No. 21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya disebut Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan dimasukkan dalam bidang keamanan nasional.

Tanggal 19 Juni 1961, DPR-GR mengesahkan UU Pokok kepolisian No. 13/1961. Dalam UU ini dinyatakan bahwa kedudukan POLRI sebagai salah satu unsur ABRI yang sama sederajat dengan TNI AD, AL, dan AU.

Dengan Keppres No. 94/1962, Menteri KaPOLRI, Menteri/KASAD, Menteri/KASAL, Menteri/KSAU, Menteri/Jaksa Agung, Menteri Urusan Veteran dikoordinasikan oleh Wakil Menteri Pertama bidang pertahanan keamanan. Dengan Keppres No. 134/1962 menteri diganti menjadi Menteri/Kepala Staf Angkatan Kepolisian (Menkasak).

Kemudian Sebutan Menkasak diganti lagi menjadi Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangak) dan langsung bertanggung jawab kepada presiden sebagai kepala pemerintahan negara. Dengan Keppres No. 290/1964 kedudukan, tugas, dan tanggung jawab POLRI ditentukan sebagai berikut:

  • Alat Negara Penegak Hukum.
  • Koordinator Polsus.
  • Ikut serta dalam pertahanan.
  • Pembinaan Kamtibmas.
  • Kekaryaan.
  • Sebagai alat revolusi.

Berdasarkan Keppres No. 155/1965 tanggal 6 Juli 1965, pendidikan AKABRI disamakan bagi Angkatan Perang dan POLRI selama satu tahun di Magelang. Sementara pada tahun 1964 dan 1965, pengaruh PKI bertambah besar karena politik NASAKOM Presiden Soekarno, dan PKI mulai menyusupi memengaruhi sebagian anggota ABRI dari keempat angkatan.

3. POLRI Pada Masa Orde Baru

Karena pengalaman yang pahit dari peristiwa G30S/PKI yang mencerminkan tidak adanya integrasi antar unsur-unsur ABRI, maka untuk meningkatkan integrasi ABRI, tahun 1967 dengan SK Presiden No. 132/1967 tanggal 24 Agustus 1967 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Bidang Pertahanan dan Keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian dari organisasi Departemen Hankam meliputi AD, AL, AU , dan AK yang masing-masing dipimpin oleh Panglima Angkatan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Menhankam/Pangab. Jenderal Soeharto sebagai Menhankam/Pangab yang pertama.

Setelah Soeharto dipilih sebagai presiden pada tahun 1968, jabatan Menhankam/Pangab berpindah kepada Jenderal M. Panggabean. Kemudian ternyata betapa ketatnya integrasi ini yang dampaknya sangat menyulitkan perkembangan POLRI yang secara universal memang bukan angkatan perang.

Pada tahun 1969 dengan Keppres No. 52/1969 sebutan Panglima Angkatan Kepolisian diganti kembali sesuai UU No. 13/1961 menjadi Kepala Kepolisian Negara RI, namun singkatannya tidak lagi KKN tetapi KaPOLRI. Pergantian sebutan ini diresmikan pada tanggal 1 Juli 1969. Pada HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1969 sebutan Panglima AD, AL, dan AU diganti menjadi Kepala Staf Angkatan.

POLRI SAAT INI


Pada saat ini POLRI bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam negeri, akan tetapi juga terlibat dalam masalah keamanan dan ketertiban regional, nasional, maupun ketertiban antara bangsa, sebagaimana kebijakan PBB yang telah meminta pasukan polisi, termasuk Indonesia, untuk ikut aktif dalam berbagai operasi kepolisian, misalnya di Namibia "Afrika Selatan" dan di Kamboja.

Dalam kaitannya dengan kehidupan bernegara, POLRI merupakan alat negara yang bertugas memelihara keamanan maka di wilayah Republik Indonesia yang sangat luas ini wilayah kerja POLRI dibagi secara berjenjang :
  1. Wilayah Tingkat pusat yang biasa disebut dengan Markas Besar Polri yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia yang dipimpin oleh seorang Kapolri yang bertanggung jawab kepada Presiden, 
  2. Wilayah di tingkat Provinsi disebut dengan Kepolisian Daerah yang lazim disebut dengan Polda yang dipimpin oleh seorang Kapolda yang bertanggung jawab kepada Kapolri, 
  3. Wilayah di tingkat Kabupaten disebut dengan Kepolisian Resort atau disebut juga Polres yang dipimpin oleh seorang Kapolres yang bertanggungjawab kepada Kapolda, 
  4. Wilayah di tingkat Kecamatan ada Kepolisian Sektor yang biasa disebut dengan Polsek dengan pimpinan seorang Kapolsek yang bertanggungjawab kepada Kapolres, 
  5. Wilayah di tingkat Desa atau Kelurahan ada Pos Polisi yang dipimpin oleh seorang Brigadir Polisi atau sesuai kebutuhan menurut situasi dan kondisi daerahnya.